Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Membuat Novel Dengan Metode D-A-B-D-A




WuanjrotBray,- Menulis buat saya adalah hobi. Saya suka membaca dan ketika saya membaca, muncul perasaan ingin menuangkan apa yang ada dipikiran saya lewat tulisan. Meskipun pada awalnya, saya hanya menulis diary, ketika sama SMP.

Tulisan-tulisan saya kemudian berkembang menjadi puisi, lalu menjadi sebuah cerpen, dan kini saya berhasil membuat novel.

Pada kesempatan kali ini, saya ingin berbagi tentang menulis dengan metode D-A-B-D-A.

D-A-B-D-A adalah singkata dari Denial-Anger-Bargaining-Depression-Acceptance.

Untuk lebih mempermudah penjelasan dan pemahaman, saya akan gunakan contoh yang diambil dari beberapa kutipan dari novel saya yang ke-2 berjudul Terjatuh Pada Bagian 'A'.

thumbnail-coverterjatuh-pada-bagian-a-esa-dynasty-alamsari

    Denial (Penyangkalan) = Ini merupakan tahapan pertama dalam sebuah emosi. Yaitu penyangkalan. Biasanya ini menjadi pertahanan pertama yang bersifat sementara untuk diri sendiri.

Contoh kalimat Denial (Penyangkalan) :

“Jangan-jangan tipe lu kayak Argi lagi” kata Bella tiba-tiba.
          Deg! Detak jantungku seolah langsung berhenti mendengar kalimat terakhir Bella. Rasanya ada sesuatu yang aneh dan menggelitik, sewaktu mendengar nama Argi disebut.
          “Gue nggak suka sama anak foto, Be… mereka lebih sayang kamera dari pada ceweknya” tawaku menutupi getar aneh yang sekarang terasa begitu kuat, “Apalagi cowok yang namanya Argi. Sok cool, jutek, iiihhh males banget” lanjutku.

Pada kalimat di atas (yang di cetak tebal), jelas sekali tokoh tersebut sedang melakukan penyangkalan. Dia merasa perlu menutupi perasaan yang sebenarnya terhadap lawan mainnya.


    Anger (Marah) = Ini adalah tahapan kedua, dimana seorang individu mulai tidak bisa terus berada pada tahap penyangkalan, akhirnya mereka akan marah.

Contoh kalimat Anger (Marah) :

  “Gue nggak butuh dijagain sama siapa pun. Sama Ferdi atau sama lu sekali pun. Dari dulu gue terbiasa menjaga diri gue sendiri, menghadapi apapun sendiri. Dan elu, Gi….! Lu nggak usah ngerasa berkewajiban ngejagain gue hanya karena akhir-akhir ini kita dekat. Kalau emang lu mau pergi, ya pergi aja, lu bukan siapa-siapa gue juga” aku bangkit dari tempat dudukku. Meraih tas kerja yang tergeletak di meja kemudian bersiap untuk pergi.

“Pergi aja kalau lu emang mau pergi. Selama apapun yang lu suka” ego dalam diri kini naik tahta.

Kalimat itu menunjukan kemarahan dari tokoh 'aku' dalam novel tersebut. Dia marah pada sosok Argi yang akan pergi meninggalkannya. Tokoh 'aku' tak bisa lagi melakukan penyangkalan, mau pun menahan supaya tokoh Argi tidak pergi. Akhirnya dia sampai pada tahap Anger (Marah).


    Bargaining (Menawar) = Ini menjadi tahapan ketiga. Biasanya orang mulai melakukan penawaran (menawar), biasanya berandai-andai apabila sesuatu itu tidak terjadi pada orang tersebut.

Aku merasa semuanya sudah terlambat. Jika saja pagi itu aku datang ke bandara, mungkin ceritanya akan berbeda. Mungkin Argi tak akan menghilang seperti ini. Mungkin kami masih akan saling berkomunikasi meskipun berjauhan. Mungkin semuanya tak perlu sesulit ini. Mungkin….

           Ah terlalu banyak kemungkinan menyenangkan yang baru terlintas di benakku sekarang. Namun, waktu tentu saja tak mungkin berjalan mundur dan tak bisa di putar ulang kembali ke titik itu.

Dalam kalimat di atas, tokoh 'aku' dalam novel tersebut sampai pada tahap Bargaining (Menawar), dia berandai-andai tentang hal yang tidak dia lakukan pada tokoh Argi, sehingga dia berharap akan muncul kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih baik dari pada apa yang dirasakannya sekarang.


    Depression (Depresi) = Tahapan keempat. Dimana seorang individu mulai merasa berada di posisi terendah dalam hidup, bisa juga putus asa dengan keadaan.

    Ya… tanpa Argi langit memang masih biru, bunga masih saja bermekaran indah, dunia nggak berhenti berputar, tapi aku dan kehidupan akulah yang sepertinya berhenti berjalan normal. Hampa.
          „Dunia mungkin tak pernah kehilangan lu, Gi. Karena lu masih berpijak di tanahnya, di suatu tempat di belahan lain. Aku yang kehilangan. Karena meskipun kita masih di bawah langit yang sama, gue
nggak tau keberadaanmu yang sebenarnya ada dimana‟ aku membatin.
          Hari ini aku memang sedang kangen-kangennya dengan Argi. Setelah lebih dari 1500 jam tak lagi menemui sosoknya dan tak menerima kabarnya dalam bentuk apapun. Ini seperti puncak dari semua rindu-rindu kecil yang menumpuk sejak Argi benar-benar pergi dan kemudian menghilang.
          Rindu yang keterlaluan ini membuatku merasa gila. Bahkan aku mulai berimajinasi, bukan-bukan ini lebih ke halusinasi.

Dalam potongan kalimat di atas, jelas sekali tokoh utama sedang merasa sangat putus asa. Rasa kehilangan yang terlalu dalam membuatnya sampai pada tahap Depression (depresi), ditandai dengan putus asa dengan keadaan yang dialaminya.


    Acceptance (Penerimaan) =  Tahapan kelima, dan merupakan tahapan terakhir. Biasanya pada tahap ini, seorang individu akan lebih menerima dan berdamai dengan keadaan, dengan kata lain lebih ikhlas menerima apapun yang terjadi.

          Seminggu sejak mengunjungi Mrs. Wilma di „Rumah Pelangi‟, aku merasa jauh lebih baik. Memang belum ada kepastian apapun dari Argi, tapi paling tidak aku tahu, Argi baik-baik saja. Dia masih menghubungi Mrs. Wilma. Masih ingat anak-anak „Rumah Pelangi‟. Setidaknya tidak terjadi hal buruk ketika dia mendaki Rinjani.

Dalam kalimat itu, tokoh utama mulai bisa berdamai dengan keadaan. Dia sudah sampai pada tahap Acceptance (Penerimaan) yang mana dia bisa menerima keadaan walaupun tidak sesuai dengan keinginanya.



Sekian sharing dari saya. Semoga bermanfaat, terutama untuk yang baru mulai menulis.

Kritik, saran, masukan, komentar, boleh langsung di kolom komentar ya...

Terima kasih.

Post a Comment for "Membuat Novel Dengan Metode D-A-B-D-A"