Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Pilu Putra-Putri Mendiang Jendral Ahmad Yani Tentang Ayah Mereka Pada Peristiwa G30S

Wuanjrot Bray,-Setiap kali mendekati akhir bulan September, bangsa Indonesia selalu mengenang peristiwa buruk. Peristiwa yang terkenal dengan G30S PKI (Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia) yang menjadi salah satu sejarah kelam bangsa ini. 
Gugurnya pahlawan-pahlawan Revolusi yang jasadnya ditemukan di sumur Lubang Buaya, memang menyisakan kepedihan yang mendalam. 
Adalah Jendral Ahmad Yani yang saat itu menjabat sebagai Panglima Angkatan Darat, menjadi salah satu korban kebiadaban pasukan Tjakrabirawa.


Berikut adalah penuturan putra dan putri mendiang Jendral Ahmad Yani mengenai peristiwa berdarah tersebut.
Irawan Sura Eddy Yani atau biasa dipanggil Edi Yani merupakan anak bungsu Jendral Ahmad Yani, dan kakaknya Amelia Ahmad Yani, mencoba mengisahkan dengan detail kejadian Jumat subuh, 1 Oktober 1965, di kediaman mereka, jl. Lembang No. D 58, RT 11/7, Menteng, Jakarta Pusat, yang kini telah menjadi Museum dibawah naungan naungan Dinas Sejarah Angkatan Darat (Disjarhad).



Puluhan pasukan tiba di rumah itu sekitar pukul 04.00 WIB. Amelia mengingat pasukan itu sebagai pasukan Cakrabirawa beserta Pemuda Rakyat, serta underbow PKI. Mereka bertolak dari 'markas' yang berlokasi di Lubang Buaya.Tanpa ampun, pasukan itu langsung menyerbu masuk ke kediaman Ahmad Yani.
Eddy lah yang membangunkan sang Ayah bahwa ada tamu dari Tjakrabirawa yang akan menjemput menuju istana Presiden.
"Kebetulan saya terbangun dan tepat berada di belakang Mbok Milah. Lalu mbok Milah menyuruh saya 'Den Eddy, Tolong bangunkan bapak. Lalu saya mendekat ke pasukan Tjakrabirawa. 'Tolong dibangunkan bapak, bapak disuruh menghadap Presiden,"
"Lalu saya bangunkan bapak, pada saat saya bangunkan bapak lagi tidur menyamping. 'Pak..pak.. ada Tjakrabirawa meminta bapak untuk segera ke Istana bertemu dengan Presiden."
"Bapak sempat melontarkan kata-kata mengunakan bahasa Jawa 'Ono opo toh isuk-isuk Tjakrabirawa' gitu."
Hal itu dibenarkan oleh Amelia, yang kini menjabat sebagai Dubes Bosnia.



Tanpa takut, Yani langsung melakukan perlawanan. Tanpa ragu pasukan tersebut langsung menembak ke arah Yani.
"Ayah kami Achmad Yani yang melakukan perlawanan, langsung ditembak dan kemudian diculik. Masih dalam piyama abu-abu di depan mata kami semua," kata Amelia lagi.
Sebelum ditembak, Yani, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Angkatan Darat, menyempatkan diri untuk mengepalkan tangan kanannya dan meninju salah satu pasukan Cakrabirawa yang membentaknya.
Ahmad Yani meninju salah satu pasukan Cakrabirawa yang membentaknya. Kemudian berbalik dan menutup pintu kaca. Namun kemudian tembakan beruntun menghujam tubuh Ahmad Yani, tembakan tersebut dimuntahkan dari jarak sekitar 1,5 meter.
Dari hasil forensik, dikemukakan Ahmad Yani mendapatkan total 11 luka tembakan. 8 luka tembakan di depan dan 2 luka tembakan di belakang tubuhnya.
Adegan para pasukan Cakrabirawa menyeret tubuh sang Panglima Angkatan Darat menambah histeris suasana pagi itu.
"Beliau jatuh berlumur darah. Kami menangis dan menjerit-jerit sejadinya melihat ayah kami diseret-seret. Mereka menarik kedua kaki ayah kami dan berlari menyeretnya," ujarnya.
Pasukan Garnisun yang bertugas melakukan penjagaan di rumah Yani hanya melongo. Semua senjata mereka sudah dilucuti.
"Setelah kejadian itu, hanya terdengar suara kendaraan truk-truk menuju ke arah Pasar Rumput," kenangnya.

Post a Comment for "Kisah Pilu Putra-Putri Mendiang Jendral Ahmad Yani Tentang Ayah Mereka Pada Peristiwa G30S"